BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dalam kehidupan sehari-hari
sering kita mendengar kata pizza, pizza, siapa yang tak kenal dengan makanan ini. Hampir di setiap rumah terutama
di kota-kota besar menjadikan pizza sebagai salah satu alternatif
makanan yang dihidangkan di atas meja makan, terutama saat makan siang. Selain rasanya yang enak, pizza pun bisa dikombinasikan dengan apapun, baik manis mapun asin, jika suka
manis roti bisa ditambahkan dengan selai strawbery, coklat, kacang, mesis, susu
dll. Jika lebih suka rasa asin bisa ditambahkan telur dadar, daging asap, keju,
saus, dll, semuanya pasti menggugah selera. Pizza merupakan salah satu produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Pizza termasuk
makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Di
dalam ilmu pangan, pizza
dikelompokkan dalam produk bakery, bersama dengan cake, donat,
biskuit, roll, cracker, dan pie. Pizza yang biasa kita makan merupakan salah satu koloid. Koloid adalah salah
satu campuran yang terletak di antara larutan sejati dan suspensi. Hampir semua
zat dapat berada dalam keadaan koloid, sehingga semua cabang ilmu berkaitan
dengan kimia koloid. Di makalah ini akan dibahas sistem koloid pada pizza.
B.
Rumusan
masalah
1.
Kenapa pizza dapat disebut sebagai koloid?
2.
Apakah jenis
koloid pada pizza?
3.
Bagimana cara pembuatan roti dan bahan – bahan yang digunakan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui sistem koloid pada pizza
2.
Untuk mengetahui
jenis koloid pada pizza
3. Untuk mengetahui bahan dasar yang digunakan dan cara pembuatan pizza.
BAB II
PEMBAHASAN
a)
Pengertian
koloid
Koloid
adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan
campuran kasar. Meskipun secara makrokopis koloid tampak homogen, tetapi koloid
digolongkan ke dalam campuran heterogen. Campuran koloid pada umumnya bersifat
stabl dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm –
100 nm. Sistem koloid terdiri atas terdispersi dengan ukuran tertentu dalam
medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan
medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium dispersi. Fase
terdispersi bersifat diskontinu ( terputus-putus ), sedangkan medium dispersi
bersifat kontinu. ( Keenan, 1984 )
Dalam
campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom, ataupun ion
disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang agak mirip, materi koloid
dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga
dihasilkan suatu disperse ( sebaran ) koloid atau sistem koloid. Selai,
mayones, tinta cina, susu dan kabut merupakan contoh yang dikenal. Dalam
sistem-sistem semacam itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi (
tersebar ) dan materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat
pendispersi atau medium pendispersi. ( Arsyad, 2001 )
Zat
terdispersi
|
Zat
pendispersi
|
Nama
Tipe
|
Contoh
|
Gas
Gas
Cairan
Cairan
Cairan
Padat
Padat
Padat
|
Cairan
Padat
Gas
Cairan
Padat
Gas
Cair
Padat
|
Busa
Busa padat
Aerosol
padat
Emulsi
Emulsi
padat
Aerosol
padat
Sol
Sol padat
|
Krim
kocok, busa bir, busa sabun.
Batu
apung, karet busa.
Kabut,
awan.
Mayones,
susu.
Keju (
lemak mentega didispersikan dalam kasein ), mentega.
Asap,
debu.
Kebanyakan
cat, pati dalam air, selai.
Banyak
aliase, intan hitam, kaca rubi.
|
b) Macam-macam koloid
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol
padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
Contoh aerosol padat : asap dan debu dalam udara.
Contoh aerosol cair : kabut dan awan
Saat ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol seperti semprot rambut
(hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk
menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).
Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa klorofluorokarbon (
CFC ) dan karbon dioksida.
2. Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut
sol. Koloid jenis sol banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari maupundalam
industri.
Contoh sol : air sungai ( sol dari lempung dalam air ), sol sabun, sol
detergen, sol kanji, tinta tulis dan cat ( Keenan, 1984 )
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut
emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak
saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu emulsi
minyak dalam air ( M / A ) atau emulsi air dalam minyak ( A / M ). Dalam
hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan
air.
Contoh emulsi minyak dalam air ( M / A ) : santan, susu dan lateks.
Contoh emulsi air dalam minyak ( A / M ) : mayonaise, minyak bumi dan
minyak ikan. ( Keenan, 1984 )
4. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih.
Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih,
misalnya sabun, detergen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan
suatu gas kedalam zat cair yang mangandung pembuih. ( Keenan, 1984 )
5. Gel
Koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair ) disebut gel. Contoh :
agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silica. Gel dapat
terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium
dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat.
c) Sifat – Sifat Koloid
1. Efek Tyndall
Pernah kita amati cahaya dihamburkan oleh partikel-partekil debu bila
seberkas cahaya matahari memasuki suatu kamar gelap, lewat pintu yang terbuka
sedikit atau lewat suatu celah. Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil
untuk dilihat, akan nampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas
cahaya. Bila partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak
nampak; yang terlihat ialah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan
cahaya itu disebut efek tyndall. Ini disebabkan oleh fakta bahwa partikel
kecil menghamburkan cahaya dalam segala arah.
Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu
larutan biasa, karena atom, molekul, ataupun muaatan yang berbeda dalam suatu
larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh-contoh yang tebalnya
tak seberapa. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya
dispersi koloid. Misalnya, meskipun baik minyak zaitun maupun air itu tembus
cahaya, dispersi koloid dari kedua zat ini nampak seperti susu.
2. Gerak Brown
Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid pada arah
yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan
nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang
jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik
cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang
terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang
berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini
disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown,
yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
3. Adsorpsi
Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar.
Pada permukaan partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbangi atau
bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (molekul-molekul)
dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut
adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang
biasanya tebalnya tidak lebih dari satu atau dua molekul. Banyaknya zat asing
yang dapat diadsorpsi bergantung pada luasnya permukaan yang tersingkap.
Meskipun adsopsi merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini
teristimewa efisiensinya dengan materi koloid yang disebabkan oleh besarnya
luas permukaan itu. Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai
proses, antara lain sebagai berikut.
a) Pemutihan Gula Tebu
Gula yang
masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatomae
dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga diperoleh
gula yang putih bersih.
b) Norit
Norit adalah
tablet yang terbuat dari karbon aktif Norit didalam usus norit membentuk sistem
koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau zat racun.
c) Penjernihan Air
Untuk
menjernihkan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas atau aluminium
sulfat. Didalam air, aluminium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3
yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat mengadsorpsi zat-zat
warna atau zat pencemar dalam air.
4. Koagulasi
Telah
disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. apabila muatan koloid
dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau
penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis
atau jika elektrolit ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik
dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan
digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di
katode.
Beberapa contoh koagulasi
dalam kehidupan sehari-hari dan industri:
1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (
lempung ) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan
elektrolit dalam air.
2) Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format.
3) Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan
tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif sehingga akan
digumpalkan oleh Al3+ dari tawas ( aluminium sulfat )
4) Asap atau debu dari pabrik / industri dapat digumpalkan dengan alat
koagulasi listrik.
5.
Koloid
Pelindung
Pada
beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks.
Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat
distabilkan dengan mmenambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung.
Koloid pelindung akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat
lagi mengelompok.
Contoh :
1)
pada
pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukkan kristal besar
es atau gula.
2)
Cat dan
tinta dapat bertahan karena menggunakan suatu koloid pelindung.
3)
Zat-zat
pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid pelindung.
6. Dialisis
Pemisahan muatan dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput
semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya berdiameter kurang dari
10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan muatan-muatan kecil. Selaput
hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastic sintetik
merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran
agaknya berlaku demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka
teradsorpsi pada permukaan membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben
yang satu ke yang lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. (
Oxtoby, 2001)
d)
Larutan
koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu\
I.
Kondensasi
Kondensasi
adalah penggabungan partikel – partikel halus ( molekuler ) menjadi partikel
yang lebih besar. Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :
·
Cara Kimia
Partikel
koloid dibentuk melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis,
reaksi reduksi oksidasi, atau reaksi subtitusi.
a) Hidrolisis : Merupakan reaksi suatu zat dengan air
b) Reaksi Redoks : Merupakan reaksi yang disertai perubahan biloks
c) Reaksi Subtitusi : Merupakan reaksi penggantian
·
Cara Fisika
Dilakukan dengan jalan menurutkan kelarutan dari zat terlarut, yaitu dengan
jalan pendinginan atau mengubah pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.
II.
Dispersi
Pembuatan
koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel – partikel kasar
menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dapat dilakukan secara mekanik,
peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik ( listrik busur breding ).
·
Cara Mekanik
Dengan cara
ini butir – butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai
diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium
dispersi.Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama
– sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir ) kemudian mencampur serbuk
halus dengan air
·
Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah membuat koloid dari butir –
butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (
pemecahan ). Contoh : Agar – agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh
aseton, karet oleh bensin dan lain – lain. (Oxtoby, 2001)
D. Koloid pada pizza
Syarat yang
utama dalam pembuatan pizza adalah serasi pencampuran oleh pengadaan gas, kedua
oleh koagulan dari suatu material pemanasan dalam oven sehingga gas tertahan
dan struktur material distabilisasi. Pada prinsipnya pembuatan roti terdiri
dari tahap-tahap yaitu (1) pencampuran adonan (dough), (2) fermentasi
adonan, dan (3) pemanggangan.
Tujuan dari
pencampuran adalah untuk membuat adonan yang sempurna agar adonan mengembang
dan mempunyai tekstur yang lembut, pori-pori kecil, dan tidak bantat. Pada
proses pencampuran adonan terjadi perubahan sebagian dari pati berubah menjadi
gula. Selanjutnya pada proses fermentasi terjadi perubahan senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana.
pizza yang memiliki betuk padat dan mempunyai pori-pori kecil ternyata meupakan
salah satu jenis koloid yaitu Buih Padat. Buih Padat adalah sistem koloid
dengan fase terdisperasi gas dan dengan medium pendisperasi zat padat.
Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga (surfaktan). Proses
peragian pada pizza yang melepas gas
karbondioksida terlibat dalam proses pembuatan pizza. Zat pembuih protein gluten dari tepung kemudian akan membentuk lapisan
tipis mengelilingi gelembung-gelembung karbondioksida untuk membentuk buih
padat.
Proofing akan terjadi pada proses ini
yaitu tingkat dimana gas CO2 yang dihasilkan dalam adonan berada
pada tingkat terakhir dan memberi volume pada pizza. Organisme yang memegang
peranan penting dalam proses fermentasi makanan mulai dari khamir, kapang,
sampai pada bakteri. Jenis fermentasi yang disebabkan oleh mikroba tertentu
sangat berbeda dengan jenis mikroba lainnya dimana di satu jenis kadang-kadang
mendahului jenis lainnya. Di dalam pengawetan pangan terdapat tiga jenis
fermentasi, yaitu (1) fermentasi alkohol, (2) fermentasi dari asam laktat, dan
(3) fermentasi asam asetat. Fermentasi asam asetat dan alkohol mempergunakan
gula sebagai substratnya, sebaliknya pada fermentasi asam laktat mempergunakan
garam sebagai substratnya.
Pizza
umumnya dibuat dari tepung terigu karena tepung terigu mampu menyerap air dalam
jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki
elastisitas yang baik untuk menghasilkan pizza dengan remah halus, tekstur
lembut, volume besar, dan mengandung 12-13 persen protein.
Bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan pizza yaitu tepung terigu, gula, susu, margarin,
ragi, telur, garam, dan air. Sebagai bahan penunjang biasa ditambahkan essence
dan obat-obatan pizza yang dapat memperbaiki tekstur, aroma, dan cita rasa dari
roti tersebut.
Cara
pembuatan pizza tersebut yakni memasukkan
tepung terigu protein tinggi, ragi instant, aduk hingga rata. menanbahkan air
sedikit demi sedikit dan diaduk hingga adonan agak kalis. Menambahkan mentega
putih dan garam, terus aduk hingga adonan kalis. Membuat bulatan dari adonan
dan didiamkan selama 10 menit. Membagi adonan masing - masing 450 gram dan
biarkan selama 15 menit. Kemudian adonan dibentuk untuk menjadi bulat dan letakkan di loyang roti yang sudah dioles dengan menggunakan margarin.
membiarkan adonan mengembang kira – kira selama 90 menit. Dan memanggang hingga matang, berwarna kuning kecoklatan
dengan suhu 200˚C selama 20 menit. Setelah 20 menit pizza siap dihidangkan.
0 komentar:
Posting Komentar