Gangguan fungsi ginjal pada penyakit hati sangat sering terjadi atau bahkan umum terjadi dan merupakan persoalan yang sangat serius pada penderita penyakit hati yang lanjut. Terutama perubahan fisiologi ginjal baik pada gagal hati akut (acute liver failure) atau sirosis hati dengan asites yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang spesifik dalam bentuk gagal ginjal yang berat yang disebut sebagai sindroma hepatorenal / Hepatorenal syndrome (HRS). Gambaran pertama dari HRS dibuat oleh Hecker dan Sherlock pada tahun 1956. Penulis ini melaporkan 9 penderita dengan sirosis hati atau hepatitis akut yang berkembang lebih lanjut menjadi gagal ginjal tanpa ada proteinuria dengan ekskresi Na urin yang sangat rendah. Pada bedah mayat ginjal-ginjal ini menunjukkan histologi yang normal.
Kemudian juga diketahui bahwa ginjal-ginjal ini berfungsi normal kembali apabila di-transplantasi-kan pada penderita tanpa sirosis hati. Selain itu HRS dapat reversible sesudah ditransplantasi hati. Karena HRS adalah komplikasi ginjal yang paling berat dan fatal maka akan diuraikan dahulu tentang HRS, sesudah itu baru diuraikan penyakit-penyakit hati lainnya yang menyebabkan komplikasi pada ginjal.
Sindroma Hepatorenal (HRS)
Definisi
HRS adalah
terjadinya gagal ginjal pada
gagal hati lanjut baik akut maupun kronis tanpa ditemukannya kelainan patologi
pada ginjal. Pada 1996 The International Ascites Club menerbitkan konsensus
yang membagi HRS dalam 2 tipe :
Tipe 1 :
HRS yang ditandai oleh penurunan cepat fungsi
ginjal didefinisikan sebagai dua kali peninggian serum kreatinin sampai
batas > 2,5 mg/dl atau pengurangan sampai
separuh clearance kreatinin sampai < 20 mL/menit dalam 2 minggu. Manifestasi
klinisnya adalah gagal ginjal akut.
Tipe 2 :
HRS yang ditandai terjadinya gangguan fungsi
ginjal secara lebih lambat dengan kreatinin serum naik sampai > 1,5 mg/dL
atau klirens (clearance) kreatinin < 40mL/menit. Gambaran klinisnya berupa
adanya gagal ginjal yang menetap/stabil pada penderita sirosis hati dengan
asites yang refrakter.
Epidemiologi
Pada penelitian prospektif, faktor prediktif penderita sirosis hati berkembang
menjadi HRS termasuk dengan Na serum
yang rendah, plasma renin yang tinggi tanpa adanya hepatomegali.
Sebelum ditemukannya kemajuan terapi yang efektif, survival median setelah
terjadinya tipe 1 HRS adalah 1,7 minggu, dan hanya 10%
penderita yang dapat hidup lebih dari 10
minggu. Survival rate pada tipe 2 HRS adalah 50% pada 5 bulan dan
20% pada 1 tahun7.
Patofisiologi
Penderita sirosis
hati dan hipertensi portal akan terjadi gangguan fungsi sirkulasi ditandai oleh
gangguan sistemik dan hemodinamik. Telah diketahui bahwa beratnya gangguan
sirkulasi berhubungan dengan beratnya sirosis hati.
Pada sirosis kompensata yaitu tanpa asites,
hemodinamika sistemik masih normal pada posisi berdiri tetapi terjadi
hiperdinamik pada posisi berbaring yaitu volume sekuncup (cardiac output)
meningkat dan resistensi vaskuler sistemik menurun. Ini disebabkan arena ekspansi
volume yang secara sekunder menurunkan retensi Na pada posisi berdiri/tegak.
Sirkulasi renal seringkali vasodilatasi dengan hiperfiltrasi glomerulus.
penderita yang dapat hidup lebih dari 10
minggu. Survival rate pada tipe 2 HRS adalah 50% pada 5 bulan dan
20% pada 1 tahun.
Patofisiologi
Penderita sirosis
hati dan hipertensi portal akan terjadi gangguan fungsi sirkulasi ditandai oleh
gangguan sistemik dan hemodinamik. Telah diketahui bahwa beratnya gangguan
sirkulasi berhubungan dengan beratnya sirosis hati.
Pada sirosis kompensata yaitu tanpa asites,
hemodinamika sistemik masih normal pada posisi berdiri tetapi terjadi
hiperdinamik pada posisi berbaring yaitu volume sekuncup (cardiac output)
meningkat dan resistensi vaskuler sistemik menurun. Ini disebabkan arena ekspansi
volume yang secara sekunder menurunkan retensi Na pada posisi berdiri/tegak.
Sirkulasi renal seringkali vasodilatasi dengan hiperfiltrasi glomerulus.
Dengan memburuknya penyakit, gangguan fungsi
sirkulasi bertambah buruk, terjadilah vasodilatasi dan pengisian intravaskuler
relatif jadi berkurang. Tanda patofisiologi HRS adalah vasokonstriksi renal
yang berat2. Mekanisme terjadinya ini semua adalah sangat kompleks,
termasuk interaksi antara penambahan sirkulasi sistemik arterial peningkatan
tekanan portal, aktivasi faktor vasodilator pada sirkulasi renal. Semua ini
akan menyebabkan terjadi vasodilatasi arteri splanchnic2. Terjadi
peningkatan aktivitas syaraf simpatetik dan sistim renin-angiotensin untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik pada fase permulaan, edema
perifer dan asites dapat terjadi akibat memburuknya retensi Na walau sudah
terjadi peningkatan substansi natriuretik.
Meskipun aktivasi dari berbagai sistim
vasokonstriktor, perfusi renal dan kecepatan filtrasi glomerular (GFR) masih
normal pada fase dini asites, akibat peningkatan produksi prostaglansdin dari
ginjal sendiri11. Nitric oxide dan prostacyclin juga berperan
melawan vasokonstriksi untuk mempertahankan perfusi renal12. Pada
stadium ini terjadi hipersekresi antidiuretic hormone (ADH) menyebabkan
pengurangan ekskresi air13. Sebaliknya terjadi peningkatan sintesis
prostaglandin E2 oleh collecting tubules melawan ADH dan menyertakan
ekskresi air bebas oleh ginjal. Karena itu hiponatremia tidak terjadi pada
permulaan asites14.
Dengan bertambahnya vasodilatasi tekanan
arteri sistemik menurun, sirkulasi darah ginjal (renal blood flow) menurun,
akhirnya perfusi renal menurun. Sirkulasi renal menjadi hipersensitif terhadap
pengaruh-pengaruh vasokonstriksi oleh berbagai sistem hormon. Bila pengaruh
vasokonstriksi mengalahkan pengaruh kompensatoir dari vasodilator ginjal maka
terjadilah vasokonstriksi ginjal dan GFR akan turun.
HRS terjadi pada fase akhir sirosis hati dan
diduga sebagai akibat gangguan sirkulasi yang ekstrim. GFR ginjal menurun <
40mL/menit. Vasokonstriksi ginjal yang jelas terjadi akibat meningkatnya
vasokonstriksi intrarenal (renin dan angiotensin II ). Meningkatnya
vasokonstriksi seperti adenosine, endothelin, leukotrienes, dan F2 isoprostanes
menyebabkan konstraksi mesangial selanjutnya menurunkan GFR.
Faktor lainnya yang mempengaruhi
hemodinamika ginjal adalah hipertensi portal sinusoid; ditambah lagi oleh fakta
terjadinya peninggian tekanan sinusoid akan mengurangi aliran plasma ginjal,
dan sebaliknya pengurangan tekanan sinusoid akan memperbaiki hemodinamik ginjal
dan juga fungsi ginjal. Bataller et al15 mengajukan pandangan bahwa
hipoperfusi ginjal pada sirosis hati juga berhubungan dengan disfungsi hati.
Walaupun demikian mekanisme dimana disfungsi hati dapat langsung menyebabkan
pengurangan vasodilator ginjal masih belum jelas. Mungkin hati terlibat dalam
sintesis atau pelepasan vasodilator ginjal seperti pada nitric oxide.
Na urine yang sangat rendah pada HRS
disebabkan penurunan filtrasi Na atau pengurangan GFR dan meningkatnya
reabsorpsi Na di tubulus ginjal proksimal. Akibatnya jumlah Na yang terfiltrasi
yang mencapai loop Henle dan nefron distal menjadi sangat sedikit (minim). Penyaluran
diuretik yang berkurang ke tubulus ginjal menghambat kemampuan diuretik untuk
meningkatkan natriuresis16. Hiponatemia umum terjadi tetapi ini
disebabkan oleh nonosmotik yang menyebabkan meningkatnya ADH dan mungkin oleh
menurunnya aktivitas prostaglandin E2, sehingga terjadilah ekskresi
air yang amat berkurang.
Faktor-Faktor Pencetus
Faktor-faktor ini sangat penting diketahui
untuk mengurangi insidensi HRS. dan kematian yang diakibatkannya. Watt et al17
menemukan bahwa faktor predisposisi yang sangat sering menyebabkan HRS adalah :
infeksi bakteri (48%), perdarahan gastrointestinal (33%) dan paracentesis yang
terlalu agresif (27%). Obat-obat merupakan faktor presipitasi terjadinya HRS
pada 7% kasus-kasus dan pembedahan juga 7%. Berbagai faktor lainnya kurang
lebih 11%. Sejumlah 24% penderita pada HRS tipe 1 jatuh dalam gagal ginjal tanpa
ada faktor presipitasi yang jelas.
Peritonitis Bakterialis Spontan (Spontaneous Bacterial
Peritonitis)=SBP
Gangguan
faal ginjal sangat sering terjadi pada penderita sirosis hati dengan SBP.
Kejadian ini akan lebih banyak terjadi pada penderita yang sebelumnya ada gagal
ginjal, walaupun hal ini dapat terjadi pada penderita dengan fungsi ginjal yang
normal. Gangguan ginjal ini merupakan perdiktor yang paling penting terjadinya
mortalitas di RS pada sirosis hati dengan SBP. Gangguan faal ginjal ini
disebabkan memburuknya lebih lanjut hemodinamik sistemik, mungkin akibat
endotoksin dan berbagai cytokine yang dirangsang oleh SBP, yang menyebabkan
vasodilatasi. Insiden gagal ginjal paling signifikan pada penderita dengan
bilirubin serum > 4mg/dL (68mcmol/L) dan kreatinin serum > 1mg/dL
(88mcmol/L).
Perdarahan Gastrointestinal
Perdarahan gastrointestinal akut akan
mengakibatkan kontraksi volume darah secara akut dengan pengurangan perfusi
ginjal. Dalam suatu penelitian HRS terjadi pada 3 dari 85 penderita dengan sirosis
hati yang dirawat karena perdarahan gastrointestinal bagian atas18.
Kejadian gagal ginjal terutama tergantung dari beratnya perdarahan dan
rendahnya faal hati. Perkembangan gagal
ginjal dan syok hipovolemik merupakan prediktor bebas terjadinya kematian di
rumah sakit. Penderita dengan gagal ginjal angka mortalitasnya 55% sedang tanpa
gagal ginjal angka mortalitasnya hanya 3%.
sumber :
Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH
0 komentar:
Posting Komentar