Sabtu, 09 November 2013

Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati


Gangguan fungsi ginjal pada penyakit hati sangat sering terjadi atau bahkan umum terjadi dan merupakan persoalan yang sangat serius pada penderita penyakit hati yang lanjut. Terutama perubahan fisiologi ginjal baik pada gagal hati akut (acute liver failure) atau sirosis hati dengan asites yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang spesifik dalam bentuk gagal ginjal yang berat yang disebut sebagai sindroma hepatorenal / Hepatorenal syndrome (HRS). Gambaran pertama dari HRS dibuat oleh Hecker dan Sherlock pada tahun 1956. Penulis ini melaporkan 9 penderita dengan sirosis hati atau hepatitis akut yang berkembang lebih lanjut menjadi gagal ginjal tanpa ada proteinuria dengan ekskresi Na urin yang sangat rendah. Pada bedah mayat ginjal-ginjal ini menunjukkan histologi yang normal.

Kemudian juga diketahui bahwa ginjal-ginjal ini berfungsi normal kembali apabila di-transplantasi-kan pada penderita tanpa sirosis hati. Selain itu HRS dapat reversible sesudah ditransplantasi hati. Karena HRS adalah komplikasi ginjal yang paling berat dan fatal maka akan diuraikan dahulu tentang HRS, sesudah itu baru diuraikan penyakit-penyakit hati lainnya yang menyebabkan komplikasi pada ginjal.

Sindroma Hepatorenal (HRS)
Definisi
HRS adalah
terjadinya gagal ginjal pada gagal hati lanjut baik akut maupun kronis tanpa ditemukannya kelainan patologi pada ginjal. Pada 1996 The International Ascites Club menerbitkan konsensus yang membagi HRS dalam 2 tipe :
Tipe 1 :
HRS yang ditandai oleh penurunan cepat fungsi ginjal didefinisikan sebagai dua kali peninggian serum kreatinin sampai

batas > 2,5 mg/dl atau pengurangan sampai separuh clearance kreatinin sampai < 20 mL/menit dalam 2 minggu. Manifestasi klinisnya adalah gagal ginjal akut.
Tipe 2 :
HRS yang ditandai terjadinya gangguan fungsi ginjal secara lebih lambat dengan kreatinin serum naik sampai > 1,5 mg/dL atau klirens (clearance) kreatinin < 40mL/menit. Gambaran klinisnya berupa adanya gagal ginjal yang menetap/stabil pada penderita sirosis hati dengan asites yang refrakter.
Epidemiologi
Pada penelitian prospektif, faktor  prediktif penderita sirosis hati berkembang menjadi HRS termasuk  dengan Na serum yang rendah, plasma renin yang tinggi tanpa adanya hepatomegali. Sebelum ditemukannya kemajuan terapi yang efektif, survival median setelah terjadinya tipe 1 HRS adalah 1,7 minggu, dan hanya 10%

penderita yang dapat hidup lebih dari 10 minggu. Survival rate pada tipe 2 HRS adalah 50% pada 5 bulan dan 20% pada 1 tahun7.
Patofisiologi
Penderita sirosis hati dan hipertensi portal akan terjadi gangguan fungsi sirkulasi ditandai oleh gangguan sistemik dan hemodinamik. Telah diketahui bahwa beratnya gangguan sirkulasi berhubungan dengan beratnya sirosis hati.
Pada sirosis kompensata yaitu tanpa asites, hemodinamika sistemik masih normal pada posisi berdiri tetapi terjadi hiperdinamik pada posisi berbaring yaitu volume sekuncup (cardiac output) meningkat dan resistensi vaskuler sistemik menurun. Ini disebabkan arena ekspansi volume yang secara sekunder menurunkan  retensi Na pada posisi berdiri/tegak. Sirkulasi renal seringkali vasodilatasi dengan hiperfiltrasi glomerulus.


penderita yang dapat hidup lebih dari 10 minggu. Survival rate pada tipe 2 HRS adalah 50% pada 5 bulan dan 20% pada 1 tahun.
Patofisiologi
Penderita sirosis hati dan hipertensi portal akan terjadi gangguan fungsi sirkulasi ditandai oleh gangguan sistemik dan hemodinamik. Telah diketahui bahwa beratnya gangguan sirkulasi berhubungan dengan beratnya sirosis hati.
Pada sirosis kompensata yaitu tanpa asites, hemodinamika sistemik masih normal pada posisi berdiri tetapi terjadi hiperdinamik pada posisi berbaring yaitu volume sekuncup (cardiac output) meningkat dan resistensi vaskuler sistemik menurun. Ini disebabkan arena ekspansi volume yang secara sekunder menurunkan  retensi Na pada posisi berdiri/tegak. Sirkulasi renal seringkali vasodilatasi dengan hiperfiltrasi glomerulus.

Dengan memburuknya penyakit, gangguan fungsi sirkulasi bertambah buruk, terjadilah vasodilatasi dan pengisian intravaskuler relatif jadi berkurang. Tanda patofisiologi HRS adalah vasokonstriksi renal yang berat2. Mekanisme terjadinya ini semua adalah sangat kompleks, termasuk interaksi antara penambahan sirkulasi sistemik arterial peningkatan tekanan portal, aktivasi faktor vasodilator pada sirkulasi renal. Semua ini akan menyebabkan terjadi vasodilatasi arteri splanchnic2. Terjadi peningkatan aktivitas syaraf simpatetik dan sistim renin-angiotensin untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik pada fase permulaan, edema perifer dan asites dapat terjadi akibat memburuknya retensi Na walau sudah terjadi peningkatan substansi natriuretik.
Meskipun aktivasi dari berbagai sistim vasokonstriktor, perfusi renal dan kecepatan filtrasi glomerular (GFR) masih normal pada fase dini asites, akibat peningkatan produksi prostaglansdin dari ginjal sendiri11. Nitric oxide dan prostacyclin juga berperan melawan vasokonstriksi untuk mempertahankan perfusi renal12. Pada stadium ini terjadi hipersekresi antidiuretic hormone (ADH) menyebabkan pengurangan ekskresi air13. Sebaliknya terjadi peningkatan sintesis prostaglandin E2 oleh collecting tubules melawan ADH dan menyertakan ekskresi air bebas oleh ginjal. Karena itu hiponatremia tidak terjadi pada permulaan asites14.
Dengan bertambahnya vasodilatasi tekanan arteri sistemik menurun, sirkulasi darah ginjal (renal blood flow) menurun, akhirnya perfusi renal menurun. Sirkulasi renal menjadi hipersensitif terhadap pengaruh-pengaruh vasokonstriksi oleh berbagai sistem hormon. Bila pengaruh vasokonstriksi mengalahkan pengaruh kompensatoir dari vasodilator ginjal maka terjadilah vasokonstriksi ginjal dan GFR akan turun.
HRS terjadi pada fase akhir sirosis hati dan diduga sebagai akibat gangguan sirkulasi yang ekstrim. GFR ginjal menurun < 40mL/menit. Vasokonstriksi ginjal yang jelas terjadi akibat meningkatnya vasokonstriksi intrarenal (renin dan angiotensin II ). Meningkatnya vasokonstriksi seperti adenosine, endothelin, leukotrienes, dan F2 isoprostanes menyebabkan konstraksi mesangial selanjutnya menurunkan GFR.
Faktor lainnya yang mempengaruhi hemodinamika ginjal adalah hipertensi portal sinusoid; ditambah lagi oleh fakta terjadinya peninggian tekanan sinusoid akan mengurangi aliran plasma ginjal, dan sebaliknya pengurangan tekanan sinusoid akan memperbaiki hemodinamik ginjal dan juga fungsi ginjal. Bataller et al15 mengajukan pandangan bahwa hipoperfusi ginjal pada sirosis hati juga berhubungan dengan disfungsi hati. Walaupun demikian mekanisme dimana disfungsi hati dapat langsung menyebabkan pengurangan vasodilator ginjal masih belum jelas. Mungkin hati terlibat dalam sintesis atau pelepasan vasodilator ginjal seperti pada nitric oxide.
Na urine yang sangat rendah pada HRS disebabkan penurunan filtrasi Na atau pengurangan GFR dan meningkatnya reabsorpsi Na di tubulus ginjal proksimal. Akibatnya jumlah Na yang terfiltrasi yang mencapai loop Henle dan nefron distal menjadi sangat sedikit (minim). Penyaluran diuretik yang berkurang ke tubulus ginjal menghambat kemampuan diuretik untuk meningkatkan natriuresis16. Hiponatemia umum terjadi tetapi ini disebabkan oleh nonosmotik yang menyebabkan meningkatnya ADH dan mungkin oleh menurunnya aktivitas prostaglandin E2, sehingga terjadilah ekskresi air yang amat berkurang.
Faktor-Faktor Pencetus
Faktor-faktor ini sangat penting diketahui untuk mengurangi insidensi HRS. dan kematian yang diakibatkannya. Watt et al17 menemukan bahwa faktor predisposisi yang sangat sering menyebabkan HRS adalah : infeksi bakteri (48%), perdarahan gastrointestinal (33%) dan paracentesis yang terlalu agresif (27%). Obat-obat merupakan faktor presipitasi terjadinya HRS pada 7% kasus-kasus dan pembedahan juga 7%. Berbagai faktor lainnya kurang lebih 11%. Sejumlah 24% penderita pada HRS tipe 1 jatuh dalam gagal ginjal tanpa ada faktor presipitasi yang jelas.
Peritonitis Bakterialis Spontan (Spontaneous Bacterial Peritonitis)=SBP
 Gangguan faal ginjal sangat sering terjadi pada penderita sirosis hati dengan SBP. Kejadian ini akan lebih banyak terjadi pada penderita yang sebelumnya ada gagal ginjal, walaupun hal ini dapat terjadi pada penderita dengan fungsi ginjal yang normal. Gangguan ginjal ini merupakan perdiktor yang paling penting terjadinya mortalitas di RS pada sirosis hati dengan SBP. Gangguan faal ginjal ini disebabkan memburuknya lebih lanjut hemodinamik sistemik, mungkin akibat endotoksin dan berbagai cytokine yang dirangsang oleh SBP, yang menyebabkan vasodilatasi. Insiden gagal ginjal paling signifikan pada penderita dengan bilirubin serum > 4mg/dL (68mcmol/L) dan kreatinin serum > 1mg/dL (88mcmol/L).
Perdarahan Gastrointestinal
Perdarahan gastrointestinal akut akan mengakibatkan kontraksi volume darah secara akut dengan pengurangan perfusi ginjal. Dalam suatu penelitian HRS terjadi pada 3 dari 85 penderita dengan sirosis hati yang dirawat karena perdarahan gastrointestinal bagian atas18. Kejadian gagal ginjal terutama tergantung dari beratnya perdarahan dan rendahnya faal hati.  Perkembangan gagal ginjal dan syok hipovolemik merupakan prediktor bebas terjadinya kematian di rumah sakit. Penderita dengan gagal ginjal angka mortalitasnya 55% sedang tanpa gagal ginjal angka mortalitasnya hanya 3%.
  sumber :
Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Created by Trinomi